1. Fisik
a. Kerusakan terhadap habitat spesies ikan dan binatang.
b. Erosi-erosi angin dan air terhadap tanah.
c. Kerusakan spesies tanaman.
d. Pengaruh-pengaruh terhadap kualitas air (salinisasi).
e. Kekeringan juga menjadikan tanah menjadi mengeras dan retak-retak, sehingga sulit untuk dijadikan lahan pertanian.
2. Non fisik
a. Ekonomi
1) Kerugian-kerugian produksi tanaman pangan, susu, ternak, kayu, dan perikanan.
2) Kerugian pembangunan dan pertumbuhan ekonomi nasional.
3) Kerugian pendapatan petani dan lain-lain yang terkena secara langsung.
4) Kerugian-kerugian dari bisnis turisme dan rekreasi.
5) Kerugian pembangkit listrik tenaga air dan meningkatkan biaya-biaya energy.
b. Sosial Budaya
1) Saat
terjadi kekeringan, tanah menjadi kering dan pasir lembut atau debu
mudah terbawa angin. Hal ini menyebabkan debu ada dimana, sehingga
menimbulkan banyak gejala penyakit yang berhubungan dengan pernafasan.
Banyak orang yang akan sakit flu dan batuk.
2) Pengaruh-pengaruh kekurangan pangan ( kekurangan gizi, kelaparan).
3) Hilangnya nyawa manusia karena kekurangan pangan atau kondisi-kondisi yang terkait dengan kekeringan.
4) Konflik di antara penggunan air.
5) Masalah kesehatan karena menurunnya pasokan air.
c. Politik
Pemerintah
harus bekerja keras untuk membuat kebijakan penanggulangan bencana
kekeringan. Badan khusus penanggulangan bencana juga harus dibentuk,
seperti yang sudah dibentuk di Indonesia yanitu BNPB (Badan Nasional
Penanggulangan Bencana).
MITIGASI BENCANA KEKERINGAN
Strategi Mitigasi dan Upaya Pengurangan Bencana
1. Penyusunan peraturan pemerintah tentang pengaturan sistem pengiriman data iklim dari daerah ke pusat pengolahan data.
2. Penyusunan PERDA untuk menetapkan skala prioritas penggunaan air dengan memperhatikan historical right dan azas keadilan.
3. Pembentukan pokja dan posko kekeringan pada tingkat pusat dan daerah.
4. Penyediaan anggaran khusus untuk pengembangan/perbaikan jaringan pengamatan iklim pada daerah-daerah rawan kekeringan.
5. Pengembangan/perbaikan jaringan pengamatan iklim pada daerah-daerah rawan kekeringan
Jika lebih dirincikan, tahap mitigasi bencana kekeringan adalah sebagai berikut:
1. Pra bencana
a. Memanfaatkan sumber air yang ada secara lebih efisien dan efektif.
b. Memprioritaskan pemanfaatan sumber air yang masih tersedia sebagai air baku untuk air bersih.
c. Menanam pohon dan perdu sebanyak-banyaknya pada setiap jengkal lahan yang ada di lingkungan tinggal kita.
d. Membuat waduk (embung) disesuaikan dengan keadaan lingkungan.
e. Memperbanyak resapan air dengan tidak menutup semua permukaan dengan plester semen atau ubin keramik.
Panen
air merupakan cara pengumpulan atau penampungan air hujan atau air
aliran permukaan pada saat curah hujan tinggi untuk digunakan pada waktu
curah hujan rendah. Panen air harus diikuti dengan konservasi air,
yakni menggunakan air yang sudah dipanen secara hemat sesuai kebutuhan.
Daerah
yang memerlukan panen air adalah daerah yang mempunyai bulan kering
(dengan curah hujan < 100 mm per bulan) lebih dari empat bulan
berturut-turut dan pada musim hujan curah hujannya sangat tinggi (>
200 mm per bulan). Air yang berlebihan pada musim hujan ditampung
(dipanen) untuk digunakan pada musim kemarau.
Penampungan
atau 'panen air' bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan air tanaman,
sehingga sebagian lahan masih dapat berproduksi pada musim kemarau serta
mengurangi risiko erosi pada musim hujan.
1) Rorak
Rorak
adalah lubang kecil berukuran panjang/lebar 30-50 cm dengan kedalaman
30-80 cm, yang digunakan untuk menampung sebagian air aliran permukaan.
Air yang masuk ke dalam rorak akan tergenang untuk sementara dan secara
perlahan akan meresap ke dalam tanah, sehingga pengisian pori tanah oleh
air akan lebih tinggi dan aliran permukaan dapat dikurangi.
2) Saluran buntu
Saluran
buntu adalah bentuk lain dari rorak dengan panjang beberapa meter
(sehingga disebut sebagai saluran buntu). Perlu diingat bahwa dalam
pembuatan rorak atau saluran buntu, air tidak boleh tergenang terlalu
lama (berhari-hari) karena dapat menyebabkan terganggunya pernapasan
akar tanaman dan berkembangnya berbagai penyakit pada akar.
3) Lubang penampungan air (catch pit)
Bibit
yang baru dipindahkan dari polybag ke kebun, seharusnya dihindarkan
dari kekurangan air. Sistem 'catch pit' merupakan lubang kecil untuk
menampung air, sehingga kelembaban tanah di dalam lubang dan di sekitar
akar tanaman tetap tinggi.
4) Embung
Embung
adalah kolam buatan sebagai penampung air hujan dan aliran permukaan.
Embung sebaiknya dibuat pada suatu cekungan di dalam daerah aliran
sungai (DAS) mikro. Selama musim hujan, embung akan terisi oleh air
aliran permukaan dan rembesan air di dalam lapisan tanah yang berasal
dari tampungan mikro di bagian atas/hulunya. Air yang tertampung dapat
digunakan untuk menyiram tanaman, keperluan rumah tangga, dan minuman
ternak selama musim kemarau.
Kapasitas
embung berkisar antara 20.000 m3 (100 m x 100 m x 2 m) hingga 60.000
m3.
5) Bendungan Kecil (cek dam)
Cek
dam adalah bendungan pada sungai kecil yang hanya dialiri air selama
musim hujan, sedangkan pada musim kemarau mengalami kekeringan. Aliran
air dan sedimen dari sungai kecil tersebut terkumpul di dalam cekdam,
sehingga pada musim hujan permukaan air menjadi lebih tinggi dan
memudahkan pengalirannya ke lahan pertanian di sekitarnya. Pada musim
kemarau diharapkan masih ada genangan air untuk tanaman, air minum
ternak, dan berbagai keperluan lainnya.
6) Panen air hujan dari atap rumah
Air
hujan dari atap rumah dapat ditampung di dalam bak atau tangki untuk
dimanfaatkan selama musim kemarau untuk mencuci, mandi, dan menyiram
tanaman. Untuk minum sebaiknya digunakan air dari mata air karena pada
awal musim hujan, air hujan mengandung debu yang cukup tinggi.
Antisipasi
penanggulangan kekeringan dapat dilakukan melalui dua tahapan strategi
yaitu perencanaan jangka pendek dan perencanaan jangka panjang.
a. Perencanaan jangka pendek (satu tahun musim kering):
1) Penetapan prioritas pemanfaatan air sesuai dengan prakiraan kekeringan.
2) Penyesuaian rencana tata tanam sesuai dengan prakiraan kekeringan.
3) Pengaturan operasi dan pemanfaatan air waduk untuk wilayah sungai yang mempunyai waduk.
4) Perbaikan sarana dan prasarana pengairan.
5) Penyuluhan/sosialisasi kemungkinan terjadinya kekeringan dan dampaknya.
b. Sedangkan perencanaan jangka panjang meliputi antara lain:
1) Pelaksanaan reboisasi atau konservasi untuk meningkatkan retensi dan tangkapan di hulu.
2) Pembangunan prasarana pengairan (waduk, situ, embung).
3) Pengelolaan retensi alamiah (tempat penampungan air sementara) di wilayah sungai.
4) Penggunaan air secara hemat.
5) Penciptaan alat sanitasi hemat air.
2. Saat terjadi Bencana
Sasaran
penanggulangan kekeringan ditujukan kepada ketersediaan air dan dampak
yang ditimbulkan akibat kekeringan. Untuk penanggulangan kekurangan air
dapat dilakukan melalui:
a. Pembuatan sumur pantek atau sumur bor untuk memperoleh air.
b. Penyediaan air minum dengan mobil tangki.
c. Penyemaian hujan buatan di daerah tangkapan hujan.
d. Penyediaan pompa air.
e. Pengaturan pemberian air bagi pertanian secara darurat (seperti gilir giring).
Untuk penanganan dampak, perlu dilakukan secara terpadu oleh sektor terkait antara lain dengan upaya:
a. Dampak Sosial:
1) Penyelesaian konflik antar pengguna air.
2) Pengalokasian program padat karya di daerah-daerah yang mengalami kekeringan.
b. Dampak Ekonomi:
1) Peningkatan
cadangan air melalui pembangunan waduk-waduk baru, optimalisasi fungsi
embung, situ, penghijauan daerah tangkapan air, penghentian perusakan
hutan, dll.
2) Peningkatan efisiensi penggunaan air melalui gerakan hemat air, daur ulang pemakaian air.
c. Dampak Keamanan:
1) Mengurangi kriminalitas melalui penciptaan lapangan pekerjaan.
2) Mencegah kebakaran dengan meningkatkan kehati-hatian dalam penggunaan api.
d. Dampak Lingkungan:
1) Mengurangi erosi tanah melalui penutupan tanah (land covering).
2) Mengurangi beban limbah sebelum dibuang kesumber air.
3. Pasca Bencana
Kegiatan pemulihan mencakup kegiatan jangka pendek maupun jangka panjang akibat bencana kekeringan antara lain:
a. Bantuan sarana produksi pertanian.
b. Bantuan modal kerja.
c. Bantuan pangan dan pelayanan medis.
d. Pembangunan prasarana pengairan, seperti waduk, bendung karet, saluran pembawa, dll.
e. Pelaksanaan konservasi air dan sumber air di daerah tangkapan hujan.